Travel Report Ekspedisi Terangi 2009

TRAVEL REPORT

Nama                       :    Fanny Kristiadhi
Judul Kegiatan     :     Ekspedisi Pengamatan Ekosistem Pesisir
Tempat                    :    Kepulauan Seribu
Waktu Kegiatan    :    30 Oktober – 10 November 2009
Penyelenggara      :    Yayasan TERANGI dan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu

Tujuan :

Mendapatkan data dan informasi terkait kondisi komunitas ekosistem pesisir Kepulauan Seribu yaitu karang keras, karang lunak, makrobentos, ikan karang dan lamun serta  mengetahui kondisi fisik perairan, berupa suhu, salinitas, pH, kecepatan arus dan kecerahan.yang nantinya digunakan sebagai landasan pemikiran konservasi terumbu karang serta pemanfaatan sumber daya secara lestari.

Rincian perjalanan :

Kegiatan dimulai pada tanggal 31  Oktober dengan pembagian tim Ekspedisi, Tim A yang beranggotakan Mbak Estra TERANGI sebagai Research Leader (data karang), Bang Idris TERANGI sebagai Dive Leader (data ikan), Bang Safran TERANGI (data bentos), Bang budi TERANGI (data kualitas air), Ji’i IPB (data LIT), Defin UNSRI (data lamun), Fauzi UNBRAW (data lamun),dan Fanny UNPAD (data lamun), sedangkan Tim B yang beranggotakan Mas Edy TERANGI sebagai Research Leader (data ikan), Mas Toto TERANGI sebagai Dive leader (data karang), Mbak Via TERANGI (data bentos), Bobby ELANG (data LIT), Mbak Aar TERANGI (data kualitas air), Bobby UNSRI (data lamun) serta Zaki UNBRAW (data lamun). Kegiatan berikutnya adalah pelatihan lapangan dari materi yang sebelumnya telah diberikan dari masing-masing bidang, baik karang,ikan,bentos,lamun,maupun kualitas air.

Hari berikutnya Ekspedisi mulai dilakukan, dalam Ekspedisis ini tim mendapat tugas untuk melakukan survey di 36 titik yang telah ditentukan yaitu titik-titik yang merupakan Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Saya dan anggota Tim A yang lainnya bertugas untuk mengambil data di 18 titik, yaitu Pulau Pramuka,Pulau Panggang,Pulau Penjaliran Timur, Pulau Kelapa, Pulau Belanda, Pulau Panjang Besar, Pulau Bira Besar, Pulau Papatheo, Pualau Sepa, Pualau Hantu Timur, Pulau Kelor, Gosong Pramuka, Gosong Belanda, Gosong Sulaiman, dan Karang Congkak.

Saya dari bidang lamun Tim A melakukan monitoring lamun menggunakan metode transek kuadrat yang biasa digunakan untuk Mengamati suatu perubahan distribusi pada komunitas lamun.
Alat yang digunakan:
•     Transek 50cmx50cm
•     Lembaran/kertas data monitoring
•     Pinsil dan  sabak
•     Lembaran/kertas identifikasi lamun
•     Lembaran/Kertas % luas tutupan
Prosedur Pengambilan data:
•    Setelah lokasi disiapkan dan transek telah terpasang segera diambil foto dokumentasi
•    Estimasi/taksir prosentasi luas tutupan. Taksiran prosentasi luas tutupan lamun pada kuadrat menggunakan “foto lembaran persentase laus tutupan standar”
•    Identifikasi jenis-jenis lamun pada kuadrat lewat penentuan persentase kontribusi tiap spesies/jenis (total harus 100%).
•    Hitung tegakan dari tiap jenis lamun yang ditemukan dalam kuadrat.
•    Gambarkan komposisi sedimennya misalnya: pasir,atau lumpur berpasir
•    Catat dan hitung semua organisme lain. Catat dan hitung organisme lain yang
mungkin penting (Contoh, jumlah dari moluska, teripang, bulu babi yang ada dalam kuadran.

Setelah kita selesai melaksanakan pengambilan data untuk 36 titik hari terakhir ekspedisi kita melakukan Biodiversity untuk semua komunitas, baik karang keras, karang lunak, bentos, ikan, maupun lamun.

Hasil :
Dari 18 titik yang telah kita amati khususnya untuk bidang lamun Tim A, tidak semua titik ditemukan sebaran lamun, banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan lamun diantaranya adalah faktor alam yang memang tidak bisa dihindari yaitu karena faktor angin, sedimentasi, dan karena tumpukan rubble yang menutupi lamun, selain faktor alam juga terdapat faktor yang ditimbulkan akibat kegiatan manusia sendiri seperti reklamasi pantai yang menyebabkan hilangnya daerah tempat hidup lamun. Namun untuk titik-titik yang ditemukan adanya lamun kami dapat menarik kesimpulan bahwa jenis lamun yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu adalah jenis Thalasia Hemprici hal ini karenakan oleh Thalasia hemprici yang dapat tahan hidup dengan kondisi perairan yang kurang baik. Namun jenis-jenis lain seperti Enhalus Acoroides, Halophila Ovalis, Halophila Minor, Syringodium Isoefolium, Cymodocea Serrulata, Cymodocea Rotundata, Halodule Uninervis, Halodule Pinifolia, tetap kita temukan di beberapa perairan di Kepulauan Seribu.

Saran :
Untuk kegiatan Ekspedisi Pengamatan Ekosistem Pesisir ini sebaiknya terus tetap dilaksanakan setiap 2 tahun sekali agar kondisi perairan Kepulauan Seribu terus terkontrol, dan saran saya kedepannya tidak hanya Karang keras, karang lunak, bentos, ikan, dan lamun saja yang kita monitoring namun ada baiknya komunitas mangrove juga kita amati.

Terima Kasih.

Bandung, 24   November 2009

Fanny Kristiadhi

~ by Fanny Kristiadhi on 21 December 2009.

Leave a comment